Jangan heran kalau banjir di Jakarta bakal masih akan terus berlanjut. Secara geografis lokasinya sangat mendukung banjir. Terletak di dataran banjir delta dan memiliki 13 sungai yang mengalir ke wilayah metropolitan. Parahnya lagi, aktivitas penduduknya sama sekali tak ramah lingkungan dan sungainya penuh sampah.
Jakarta juga mengalami penurunan permukaan tanah sekitar 5-10 sentimeter setiap tahun. Di daratan Jakarta utara bahkan sampai 20 sentimeter pertahun. Potensi banjirnyapun melonjak, dari tahun 2000 – 2050 diperkirakan meningkat sebesar 110,5 km2.
Banjir di Jakarta Terbesar dan Terparah
Banjir di Jakarta yang baru terjadi beberapa hari kemaren disebut-sebut sebagai yang terbesar dalam satu dekade. Bahkan masuk dalam jajaran banjir terbesar dan terparah di Jakarta, benarkah demikian? Inilah catatan banjir terbesar yang pernah terjadi di Jakarta sejak masih bernama Batavia.
1. Banjir di Masa Pemerintahan Hindia Belanda

Pada jaman kolonial Belanda, saat Jakarta masih bernama Batavia, kota ini pernah dilanda banjir besar pada tahun 1621. Sebagian besar wilayahnya yang masih berupa rawa-rawa dan hutan liar tergenang akibat hujan deras. Jangan bayangkan dulu wilayah Jakarta seperti sekarang ini.
Selain karena kebanyakan wilayahnya yang terdiri dari rawa, kala itu luapan air sungai Ciliwung dan beberapa sungai lainnya membuat Jakarta tergenang. Saat itu, Batavia di bawah pimpinan Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen kala itu.
Pemerintah membuat solusi berupa kanal-kanal. Tapi sayangnya kanal yang dirancang Belanda tidak mampu menjadi solusi banjir besar tersebut. Hal ini berulang terus dalam perisitiwa banjir besar lainnya di masa kolonialisme Belanda.
2. Batavia 1872

Dengan masih mengandalkan sistem pengendali berupa kanal-kanal, Batavia kembali diterpa banjir besar. Curah hujan mencapi 286 mm, menyebabkan Kali Ciliwung meluap. Sejumlah kawasan Batavia terendam banjir. Yang terparah melanda Kota Tua dan Harmoni, bahkan pintu air depan Masjis Istiqlal jebol.
Demi mengatasi masalah tersebut, Belanda membangun Bendungan Katulampa. Tujuanya untuk peringatan dini supaya banjir bisa diketahui dan diantisipasi oleh pemerintahan Hindia-Belanda.
3. Banjir 1918

Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, Batavia kembali diterpa banjir besar. bahkan sampai mengakibatkan kegiatan masyarakat lumpuh pada tahun 1918. Selama 22 hari hujan turun terus menerus, akibatnya sejumlah besar kawasan di Batavia terendam banjir.
Selain curah hujan yang tinggi, penyebab paling terasa adalah pembukaan lahan teh di kawasan Puncak, Bogor. Meski tidak disebutkan berapa jumlah korban jiwa dalam peristiwa itu. Tetapi banjir merendam Lapangan Banteng, Glodok, dan Kemayoran setinggi 150 cm.
Banjir di jakarta yang masih bernama Batavia makin parah ketika Kali Grogol meluap. Ribuan rumah terendam banjir dan ratusan ribu warga dievakuasi. Mereka mengungsi di sejumlah tempat, seperti Lapangan Monas, Pasar Baru, dan Waltevreden (Menteng).
4. Banjir 1960
Pada bulan Februari 1960, banjir besar terjadi di pinggiran baru Grogol. Meskipun perencanaan pengendalian banjir sudah dirancang, tetapi banjir datang terlalu dini sebelum rancangan itu terlaksana.
Banjir ini terjadi di pinggiran kota Grogol hingga setinggi lutut dan pinggang. Ini adalah tantangan pertama bagi Gubernur Soemarno masa itu yang baru menjabat beberapa hari sebelum banjir terjadi. Tak hanya itu, ini juga merupakan krisis pertama untuk Presiden Soekarno.
5. Banjir 1976

Musim hujan yang panjang di tahun 1976 mengakibatkan Jakarta kembali dilanda banjir besar dan berlangsung cukup lama. Banjir ini meluas sampai ke pemukiman yang sebelumnya belum pernah kebanjiran.
Kawasan Jakarta pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan hampir seluruh kawasan Jakarta terendam air. Tanggal 1-26 Januari 1976 kala itu, diperkirakan 200 ribu penduduk terpaksa mengungsi, dan 2 orang meninggal dunia.
Gubernur Ali Sadikin walau telah bekerja keras mengaku terbentur masalah dana dalam mengatasi banjir itu, walaupun sebenarnya sudah ada namanya ”Master Plan 1973” untuk mengatasi banjir.
Baca Juga: Penting! 6 Tips yang Wajib Dilakukan Saat Rumah Banjir
6. Jakarta 1979
Selang tga tahun kemudian, banjir kembali menerpa Jakarta. Tepatnya pada 19-20 Januari 1979. Ratusan ribu rumah tenggelam dengan kawasan terparah ada di Pondok Pinang, yang terendam setinggi 2,5 meter.
Selain itu, sebanyak 3 orang meninggal, 20 orang dinyatakan hilang dan 714.861 warga mengungsi. Disebut-sebut bahwa banjir masa pemerintahan Gubernur Tjokropranolo ini adalah banjir 12 tahun sekali.
7. Banjir 1996

Di awal tahun 1996, Jakarta dilanda banjir besar lagi. Hampir semua wilayah tergenang dan Ibukota bagaikan danau dengan air kecoklatan. Puluhan ribu rumah penduduk terendam akibat meluapnya sungai Ciliwung.
Banjir ini dikenal sebagai banjir terburuk sejak tahun 1985. Hal ini diukur dari titik banjir, korban, kerusakan, serta kerugian yang ditimbulkan. Tercatat sekitar 6 orang meninggal karena terbawa arus, tersengat listrik,dan belasan orang dirawat akibat wabah diare, kolera, dan gatal-gatal.
Diperkirakan banjir ini merusak infrastruktur pemerintahan dan menimbulkan kerugian harta benda hingga ratusan triliun rupiah.
8. Banjir 2007

Inilah banjir terdahsyat dan terparah dalam tiga abad sejarah Jakarta. Labih dari 60% wilayah Jakarta terendam. Saat itu Gubernur Sutiyoso bahkan memberikan status siaga pada kota Jakarta yang mana banjir ini sempat melumpuhkan sentra ekonomi Ibukota.
Kerugian kerusakan infrastruktur dan pendapatan negara setidaknya 5,2 triliun rupiah ($ 572 juta). Kurang lebih 190 ribu orang jatuh sakit karena penyakit terkait banjir.
Sekitar 70% dari total wilayah Jakarta dibanjiri dengan air hingga kedalaman empat meter di sebagian kota. Yang sangat miris ada sekitar 80 orang tewas dalam peristiwa banjir tersebut.
9. Banjir 2013

Tahun 2013, Kota Jakarta kembali dilanda banjir besar. Inilah banjir terparah semenjak era reformasi setelah bencana serupa tahun 2007. Banjir tersebut dampaknya luar biasa.
Hampir seluruh wilayah ibu Kota terendam. Rumah-rumah di perkampungan serta pemukiman penduduk di dalam kota bagaikan sungai. Bahkan ada wilayah yang terendam setinggi 4 m.
Banjir pada 2013 memaksa bisnis di CBD dan lembaga pemerintah tutup sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan. Sebanyak 97 ribu rumah dan 250 ribu orang terkena dampak banjir.
Total kerugian dan kerusakan ekonomi mencapai USD 490 juta (Sumber Bank Dunia 2016). Itu adalah menjadi ujian bagi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang ketika itu menjelang 100 hari memimpin Kota Jakarta.
10. Banjir 2020

Banjir terjadi di seluruh Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi pada pengawal tahun, 1 Januari 2020 dikarenakan hujan semalaman. Hujan deras menyebabkan sungai Ciliwung dan Cisadane meluap. Beberapa pintu banjir diberi status darurat karena tingginya air setelah hujan.
Setidaknya sampai tulisan ini dirilis, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menyebutkan ada 60 korban jiwa dan dua hilang. Penyebabnya karena tanah longsor, hipotermia, tenggelam, dan tersengat listrik yang semuanya diakibatkan banjir.
Sepertinya pemerintah sudah harus meredam ego politik masing-masing dan mendengarkan kajian para ahli untuk membuat Jakarta yang lebih ramah. Sudah terlalu lama banjir di Jakarta terus terjadi.