Jual beli properti memang bukan hanya soal sepakat dengan harga, membayar, lalu selesai. Masih ada beberapa hal lain yang harus dipenuhi baik oleh pihak penjual maupun pembeli. Karena merupakan transaksi dalam jumlah besar, maka jual beli properti melibatkan banyak hal. Salah satunya adalah pajak.
Jenis pajak jual beli rumah pun terbagi menjadi beberapa bagian. Ada pajak yang harus dibayar oleh penjual dan ada yang harus dibayar oleh pembeli. Agar tidak keliru atau bahkan sampai menimbulkan persoalan, mari lihat apa saja yang jadi Nilai Jual Objek Pajak dalam jual beli rumah dan berapa besaranya.
BACA JUGA: Jangan Salah, Ini Beda Perjanjian Jual Beli (PJB) dengan Akta Jual Beli (AJB)
NJOP dan NJKP dalam Pajak Jual Beli Rumah
Nilai Jual Objek Pajak atau biasa disebut sebagai NJOP ditentukan oleh pemerintah. Setiap 3 tahun sekali, besarnya dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Tapi bisa saja terjadi pengecualian. Di kawasan yang berkembang pesat, NJOP bisa berubah setiap 1 tahun sekali.
NJOP sangat tergantung dari lokasi dan luas rumah. Rumah berukuran kecil di kawasan elit harganya akan lebih mahal dibandingkan rumah luas di pinggiran kota yang termasuk kawasan biasa. Besarnya NJOP akan berpengaruh pada penghitungan pajak nantinya.
Selain NJOP ada juga yang disebut NJKP yang sangat berkaitan erat dengan pajak jual beli rumah. Besarnya NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) sangat berhubungan dengan NJOP. NJKP adalah nilai yang nantinya termasuk ke dalam pajak yang harus dibayar pihak terutang. Nilainya sudah ditentukan dalam Pasal 6 ayat (3) UU PBB.
Jumlahnya bisa sama dengan nilai jual, lebih rendah atau lebih tinggi. Paling rendah adalah 20% dari nilai jual. Sementara jumlah NJKP paling tinggi adalah 100% dari nilai jual.
Menurut KMK Nomor 201/KMK.04/2000, persentase NJKP adalah sebagai berikut:
- Objek pajak perkebunan = 40%
- lalu Objek pajak kehutanan = 40%, dan
- Objek pajak pertambangan = 40%.
Untuk lebih mudahnya, jika NJOP nilainya kurang dari Rp1 miliar maka besarnya NJKP adalah 20%. Dan bila NJOP nilainya lebih dari Rp1 miliar, maka besarnya NJKP adalah 40%.
Lalu apa kegunaan menghitung kedua hal ini? Keduanya sangat berpengaruh untuk menghitung pajak yang harus dibayar baik oleh penjual maupun pembeli rumah. Simak jenis pajak yang harus dibayarkan berikut ini.
BACA JUGA: Mau Tentukan Harga Jual Properti? Ketahui Dulu Cara Menghitung NJOP
Jenis Pajak Jual Beli Rumah dan Cara Menghitungnya
Tidak sedikit calon pembeli rumah yang masih belum mengerti, pajak apa saja yang harus ia bayar. Ada juga jenis pajak yang harus dibayar oleh pihak penjual. Jangan sampai keliru dan malah dibebani dengan semua pajak saat membeli rumah. Pelajari dulu kewajiban sebagai calon pembeli properti sebelum membeli rumah.
Jenis pajak yang berkaitan dengan proses jual beli rumah pada umumnya ada 3 jenis. Ketiganya adalah Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, masih ada juga Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan. Kenali ketiga macam pajak dan biaya tersebut dan cara menghitungnya di bawah ini.
1. PPh
Ini adalah kependekan dari Pajak Penghasilan. Pajak ini merupakan tanggung jawab penjual karena merekalah yang mendapatkan penghasilan atau uang hasil dari transaksi. Jenis pajak yang satu ini tidak hanya dibebankan ketika jual rumah saja, melainkan juga semua barang yang menjadi objek pajak penghasilan. Termasuk juga jual apartemen.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh Final Atas Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan, besarnya PPh adalah 2,5% dari harga jual yang telah disetujui.
Misalnya A menjual rumah dengan harga yang telah disetujui penjual dan pembeli sebesar Rp2 miliar. Maka A harus membayar PPh sebesar: 2,5% x Rp 2 miliar=Rp 50 juta.
Kapan penjual harus membayar PPh? Pajak Penghasilan harus dibayarkan penjual sebelum Akta Jual Beli terbit.
2. PBB
Satu lagi pajak jual beli rumah yang menjadi tanggung jawab pihak penjual yaitu Pajak Bumi dan Bangunan yang biasa disingkat dengan PBB. PBB harus dibayarkan oleh pihak yang mendapatkan keuntungan dan/atau kedudukan sosial dan ekonomi lebih baik karena hak atas tanah dan bangunannya. Lalu mengapa pajak ini dibayar oleh penjual?
Di saat pertama kali transaksi, yang diuntungkan adalah pihak penjual. Karena itu, yang harus membayar PBB adalah penjual. Sebagai pembeli, jangan lupa memastikan PBB properti yang akan dimiliki sudah dilunasi. Selanjutnya, baru menjadi kewajiban pembeli untuk membayar sekali setahun. Besar PBB adalah 0,5% dari NJKP dikali NJOP.
Misalnya si B memiliki rumah dengan luas tanah 400 m² dan luas bangunan 100 m². Besar NJOP bumi dan bangunan adalah Rp2 juta per m². Maka cara menghitung besarnya PBB adalah sebagai berikut:
- Untuk NJOP Bumi didapat dari 400xRp2 juta= Rp800 juta
- NJOP Bangunan didapat dari 50xRp2 juta= Rp100 juta
- Total NJOP sebagai dasar pengenaan PBB adalah Rp800 juta+Rp100 juta= Rp900 juta.
NJOPTKP adalah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Nilai maksimumnya adalah Rp12 juta.
- Nilai NJKP ditentukan dari= NJOP–NJOPTKP
- Rp900 juta–Rp 12 juta= Rp888 juta (kurang dari Rp1 miliar, jadi NJKP 40%)
- NJKP 40% x Rp888 juta= Rp355,2 juta
- PBB = 0.5% x Rp355,2 juta= Rp1.7000.
Di awal transaksi, penjual harus membayar Rp1.776.000. Lalu tahun-tahun berikutnya, pembeli sebagai pemilik rumahlah yang harus membayar jumlah tersebut setiap tahun.
3. BPHTB
Sekarang masuk ke pajak dan biaya yang menjadi tanggung jawab pembeli. Yang pertama ada Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang biasa disingkat BPHTB. Karena transaksi jual beli rumah merupakan transaksi hukum, maka pembeli perlu dikenakan biaya. Biaya ini ditarik oleh pemerintah kabupaten/kota.
Cara menghitung BPHTB: 5% x (harga penjualan rumah – NPOPTKP)
NPOPTKP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, yang jumlahnya telah ditentukan. Misalnya di DKI Jakarta sebesar Rp350 juta. Jika si C membeli rumah di Jakarta Selatan dengan harga Rp1 miliar, maka BPHTB yang harus dibayar adalah:
BPHTB= 5% x (harga penjualan rumah–NPOPTKP)
- 5% x (Rp1 miliar – Rp350 juta)
- 5% x Rp650 Juta
- Rp32,5 juta.
4. PPN
Pajak jual beli rumah terakhir yang merupakan tanggung jawab pembeli adalah Pajak Pertambahan Nilai. Cara menghitung PPN merupakan yang paling mudah jika dibandingkan ketiga jenis pajak sebelumnya. Caranya adalah:
PPN = 10% x jumlah harga jual rumah.
Maka jika harga rumah yang dibeli adalah Rp1 miliar, PPN yang harus dibayar pembeli adalah sebesar:
PPN= 10% x Rp1 miliar= Rp100 juta.
Jadi saat membeli rumah seharga Rp1 miliar di DKI Jakarta, pembeli juga harus menyiapkan biaya ekstra kira-kira sebesar Rp132,5 juta. Keduanya untuk membayar BPHTB dan PPN.
Setelah mengetahui keempat jenis pajak jual beli rumah dan biaya yang harus dibayarkan saat terjadi transaksi, jelas sudah bahwa pembeli harus menyiapkan dana lebih. Bukan hanya sebesar harga rumah saja, tapi tanggung jawab yang harus dibayarkan juga cukup besar. Pihak penjual pun harus siap dengan sejumlah dana meski tidak sebesar pembeli.
SpaceStock merupakan layanan properti konsultan terpercaya yang didukung oleh teknologi modern serta tampilan terkini. Kami menyediakan solusi pencarian properti lengkap dengan ribuan data kantor dan apartemen terverifikasi secara online. Tim agen lokal yang profesional juga telah melayani ribuan klien dengan pengetahuan pasar properti terbaik. Temukan properti idamanmu di sini!